Penyelesaian Sengketa Internasional dengan Cara Damai








Penyelesaian Sengketa Internasional



A.               
Penyelesaian
Sengketa Internasional dengan Cara Damai





Sesuai dengan Pasal 2
ayat 3 Piagam PBB yang menyatakan bahwa :


All
Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a
manner that international peace and security, and justice, are not endangered
[1]


Maka setiap Negara
anggota Perserikatan Bangsa-bangsa wajib menyelesaikan sengketa Internasional
dengan Jalan damai. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa
Internasional dengan cara damai terdiri dari beberapa cara yaitu  dengan ; Negosiasi, penyelidikan, mediasi,
konsiliasi, arbitrase, pengadilan, dan menyerahkannya kepada organisasi
internasional, hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB yang
menyatakan bahwa :


“The
parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the
maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a
solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration,
judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful
means of their own choice”[2]





B.                
Pengadilan
Internasional


Penyelesaian sengketa
internasional secara hukum melalui Pengadilan dapat ditempuh melalui berbagai
lembaga internasional yaitu ICJ (International Court of Justice), International
Tribunal for The Law of The Sea, atau International Criminal Court.





C.        Mahkamah Internasional (International
Court of Justice)


Sebagai lembaga yang
menjadi bagian dari Perserikatan Bangsa- bangsa maka ICJ/Mahkamah Internasional
merupakan salah satu lembaga pengadilan internasional yang paling sering
digunakan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa Internasional. Selain
itu ICJ juga tidak terbatas pada masalah hukum internasional tertentu saja, ICJ
bisa menangani hampir semua masalah hukum internasional.





1.                 
Yurisdiksi
Mahkamah Internasional (ICJ)


Jurisdiksi
Mahkamah Internasional mencakup dua hal:


1.    Jurisdiksi atas
pokok sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan


2.    Non – contentious jurisdiction atau
jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction)





a)      Contentious Jurisdiction


            Yurisdiksi Mahkamah ini merupakan
kewenangan untuk mengadili suatu sengketa antara dua Negara atau lebih.  Sengketa Hukum adalah sengketa yang
memungkinkan diterapkannya aturan-aturan atau prinsip-prinsip hukum
internasional terhadapnya.[3]
Pasal 34 Statuta ICJ menyatakan bahwa Negara sajalah yang bisa menyerahkan
sengketanya ke Mahkamah. Dengan kata lain Subjek Hukum Internasional lainnya
tidak bisa meminta mahkamah untuk menyelesaikan sengketanya.





1.
Berdasarkan pasal 36 ayat (1) Statuta


Berdasarkan pasal 36 ayat Statuta,
Jurisdiksi pengadilan mencakup semua sengketa yang diserahkan oleh para pihak
dan semua persoalan yang ditetapkan dalam Piagam PBB yang dituangkan dalam
perjanjian – perjanjian atau konvensi – konvensi internasional yang berlaku. Di
samping perjanjian atau konvensi internasional, para pihak dapat pula sepakat
untuk menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah, kesepakatan tersebut harus
tertuang dalam suatu akta atau perjanjian (acta compromis). Perjanjian
tersebut harus menyatakan dengan tegas kesepakatan kedua belah pihak dan harus
menyatakan penyerahan sengketa kepada Mahkamah Internasional[4].





2.
Doktrin Forum Prorogatum


Menurut Doktrin ini Yurisdiksi ini
timbul manakala hanya ada satu Negara yang menyatakan dengan tegas
persetujuannya atas yurisdiksi Mahkamah Internasional. Kesepakatan pihak
lainnya diberikan secara diam-diam, tidak tegas ataru tersirat saja[5]





3.
Optional Clause Pasal 36 ayat (2) Statuta


Ketiga, berdasarkan pasal 36 ayat (2),
yaitu klausul pilihan (the optional clause). Ketentuan pasal 36 ayat (2)
ini menyatakan bahwa negara – negara peserta pada Statuta dapat setiap waktu
menyatakan penerimaan wajib ipso facto jurisdiksi Mahkamah dan tanpa
adanya perjanjian khusus terhadap negara yang menerima kewajiban serupa atas
semua sengketa hukum mengenai:


a)   
penafsiran suatu perjanjian;


b)   
setiap masalah hukum internasional;


c)   
eksistensi suatu fakta yang mana, jika terjadi, akan merupakan suatu
pelanggaran kewajiban internasional;


d)   
sifat dan ruang lingkup ganti rugi yang dibuat atas pelanggaran suatu kewajiban
internasional
[6]





b)      Noncontentious Jurisdiction


Noncontentious Jurisdiction adalah
yurisdiksi dari Mahkamah Internasional untuk memberikan pendapat-pendapat yang
tidak mengikat atau advisory opinion kepada organ utama atau organ PBB lainnya.
Sesuai dengan Pasal 96 Piagam PBB yang menyatakan :


1.     
The General Assembly or the Security
Council may request the International Court of Justice to give an advisory
opinion on any legal question.


2.     
Other organs of the United Nations
and specialized agencies, which may at any time be so authorized by the General
Assembly, may also request advisory opinions of the Court on legal questions
arising within the scope of their activities.


Dasar
Hukum lainnya yang juga member wewenang yang lebih luas kepada Mahkamah untuk
memberikan nasihatnya selain kepada organ-organ utama atau khusus PBB, terdapat
pula dalam pasal 65 piagam PBB, pasal ini menyatakan bahwa mahkamah dapat
memberikan pendapata atau nasihatnya mengenai masalah setiap masalah yang diserahkan
kepadanya atas permohonan badan-badan mana pun yang diberi wewenang sesuai
dengan piagam PBB untuk membuat permohonan demikian.








[1] Pasal 2
ayat 3 Piagam PBB




[2] Pasal 33
ayat 1 Piagam PBB




[3]  Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional, hal 69




[4]
Idem, hal 71




[5]
Idem, hal 73





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penyelesaian Sengketa Internasional dengan Cara Damai"

Posting Komentar