KLIK DAFTAR & LOGIN SCATTER78

Consent to be Bound dalam Hukum Internasional






Consent to be Bound



Consent to be bound adalah persetujuan dari Negara untuk mengikatkan diri terhadap perjanjian Internasional .



Mesikupun hal itu belum menjadi sifat yang memaksa namun jika suatu Negara mengikatkan diri terhadap perjanjian internasional maka otomatis perjanjian Internasional tersebut menjadi memiliki sifat untuk memaksa.



Negara yang tidak mengikatkan diri terhadap perjanjian internasional tidak hanya dipandang  berdasarkan pengadopsian isi dari perjanjian, penandatanganan, maupun mengikuti dari pembahasan final saja tetapi juga :



1.      Penandatanganan



2.      Pertukaran dasar-dasar isi perjanjian



3.      Ratifikasi, Penerimaan



4.      Penambahan



5.      persetujuan Lainnya



A.    Penandatanganan



Pasal 12 menyatakan bahwa penandatangan yang merupakan representasi dari consent to be bound mensyaratkan :



1.      Penyediaan dari Perjanjian



2.      Negara yang membuat perjanjian  otomatis menyetujui



3.      Penandatanganan dilakukan oleh wakil Negara yang memiliki wewenang penuh.



·         Terbuka untuk Penandantangan (open for signature)



·         Penandatanganan dengan opsi penangguhan pengikatan diri terhadap perjanjian (signature ad referendum)



·         Tempat penandatanganan dapat dilaksanakan di tempat yang sama dan di waktu yang sama maupun di tempat dan waktu yang berbeda. Perjanjian bilateral dapat dilaksanakan di Negara ketiga, namun hal ini bukan suatu keharusan



·         Ketika ada keraguan mengenai siapa wakil Negara yang memiliki wewenang  untuk penandatanganan maka hal ini dapat diatasi dengan peratifikasian perjanjian.



·          Jika perjanjian telah disetujui pihak- pihak yang terlibat makaHuruf awal dari teks perjanjian akan terdapat penandatanganan.



Contoh Kasus : Persetujuan Dayton.



·         Saksi dari penandatanganan naskah perjanjian bias berupa kepala Negara, namun bagaimanapun saksi tidak berdampak besar terhadap perjanjuan tersebut.



B.     Pertukaran Dasar –dasar perjanjian



·         Pada umumnya perjanjian dilakukan dengan cara penukaran dasar – dasar perjanjian, dan pelaksanaannya merupakan bagian dari tahap pengikatan diri terhadap suatu perjanjian. Sehingga pertukaran dasar –dasar perjanjian kadang hanya merupakan formalitas.



C.     Ratifikasi



·         Ratifikasi dijelaskan dalam konvendsi sebagai kebiasaan internasional, dan bagi Negara yang telah membuat,dan merancang perjanjian internasional harus mengikatkan diri pada perjanjian tersebut. Yang paling umum dari proses ratifikasi adalah proses konstitusional, yaitu persetujuan parlemen terhadap perjanjian yang telah disepakati.



Tahap – dari peratifikasian :



1.      Penetapan dasar – dasar instrument perjanjian dalam ratifikasi oleh exekutif



2.      Juga ratifikasi tersebut sama diterapkan terhadap Negara yang menyetujui perjanjian internasional tersebut.



·         Alasan biasa dari diadopsinya perjanjian adalah satu atau lebih Negara akan membutuhkan waktu sebelum mereka memutuskan untuk mengikatkan diri terhadap perjanjian, salah satu nya adalah perlunya dilakukan musyawarah dengan legislative.



Pasal 14 ayat 1 dari Konvensi menyatakan bahwa suatu ratifikasi dapat menjadi syarat pengikatan diri terhadap perjanjian apabila :



·         The treaty so provides. This is the norm when ratification is required, and usuallu follow signature, though an express provision for signature is not always included.



·         It is otherwise established that the negotiating states were agreed that ratification should be required. This may be evidenced by a collateral agreement or in the travauc. Today that would be unusual: if a treaty is silent on the question of ratification it si presumed that it is non needed.



·         The intention of the state to sign subject to ratification appears from the full powers of its representative or was expressed during the negoitaions.



Jika perjanjian mengharuskan bahwa penandatanganan harus diikuti dengan ratifikasi, maka tidah dibutuhkan wakil yang memiliki wewenang khusus untuk penandatanganan.



D.    Tidak ada kewajiban untuk meratifikasi



Penandatanganan dari perjanjian bukanlah suatu kewajiban untuk meratifikasinnya



E.     Masa Peratifikasian



Masa untuk meratifikasi penentuannya tergantung para pihak yang melakukan perjanjian.



F.      Ratifikasi sebagian isi dari perjanjian



Biasanya dalam beberapa perjanjian internasional ada opsi untuk hanya meratifikasi sebagian dari isi yang telah dijanjikan. Namun dalam beberapa perjanjian internasionan tidak boleh hanya meratifikasi sebagian melainkan harus keseluruhan isi dari perjanjian.



G.     Pertukaran atau penyimpanan naskah isi dari ratifikasi



·         Hal ini normalnya hanya pada perjanjian bilateral, maupun multilateral



·         Pemberitahuan dari isi ratifikasi tehadap persetujuan Negara lain jika disetujui maka naskah perjanjian dapat dilakukan pertukaran.



H.    Keadaan dari ratifikasi



Ratifikasi tidak memiliki keadaan khusus, hal itu tidak dapat diputuskan sendiri bagi penerima maupun penyimpan dari isi ratifikasi, kecuali perjanjian memang mengatur akan hal ini.



Isi dari Ratifikasi :



1.      Siapa yang bisa menandatangan : Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, maupun Menteri Luar negeri, selain itu bias juga dikakukan oleh subjek yang memiliki wewenang untuk penandatanganan.



2.      Konten dan isi dari ratifikasi yaitu : Judul, waktu, dan tempat perjanjian, siapa orang yang menandatanganan naskah dari ratifikasi (undang – undang), Negara tempat isi dari perjanjian diberlakukan.



3.      Tempat menyimpan naskah perjanjian dapat disimpan di Negara yang terlibat dalam perjanjian maupun markas besar dari organisasi internasional.



D.        Penambahan



Penambahan bermaksud bahwa Negara bisa menjadi bagian jika, untuk suatu alasan bisa memungkinkan untuk bergabung.



·         Keadaan Negara tertentu sebelum bergabung mengikuti perjanjian memiliki syarat syarat tertentu yang secara khusus diatur dalam suatu kategori.



E. Persetujuan lainnya



Sesuai dengan pasal 11 maka telah memungkinkan bahwa pengikatan dari suatu Negara dapat diwujudkan dengan Suatu persetujuan lainnya, dan Persetujuan pun tidak perlu diputuskan secara cepat.



·         Peserta penandatanganan, kelompok, Kepatuhan



Penandatanganan hanyalah satu dari beberapa bagian subject ratifikasi. Dan bahkan ketika pengikatan suatu perjanjian dilakukan, itu tidak berarti bahwa perjanjian tersebut memiliki sifat yang memaksa.



Praktik penerapan Consent to be Bound di Indonesia



Dalam hal praktik penerapannya di Indonesia, maka Consent to be Bound dapat dilihat dalam Perjanjian.



 Kunjungi Juga :









  1. Download Piagam PBB ( Perserikatan Bangsa - bangsa ) pdf




  2. Download Konvensi Hukum Laut 1982 pdf




  3. Contoh Surat Kuasa




  4. Analisis Kasus Penyerbuan Kedubas AS di Iran 1979 ( TEHERAN CASE 1979 )




  5. Pengelolaan Sumber Daya Alam Joint Development 




  6. Analisis Sosiologi Terhadap Kejahatan




  7. Analisis Kasus HI North Sea Continental Shelf 




  8. Analisis Kasus HI Nicaragua V. United States Of America 




  9. Polemik Penamaan KRI Usman Harun




  10. Analisis Kasus Attorney-General of the Government of Israel v. Eichmann




  11. Analisis Kasus Arrest Warrant Belgia vs Congo




  12. Consent to be Bound dalam Hukum Internasional




  13. Perbedaan Konvensi Ketatanegaraan dengan Kebiasaan Ketatanegaraan




  14. Pengertian Konvensi Ketatanegaraan




  15. Prinsip Dasar Perlindungan Hukum dalam Cyberspace




  16. Studi Kasus Hukum Internasional Hisene Habre ( Belgia vs Senegal )




  17. Konspirasi HAM di Papua




  18. Permasalahan Sosial (Sumber Daya Manusia) Daerah Perbatasan Indonesia




  19. Permasalahan Keamanan Daerah Perbatasan Indonesia






0 Response to "Consent to be Bound dalam Hukum Internasional"

Posting Komentar