Analisis Sengketa Perbatasan Laut Cina Selatan







Sengketa laut China Selatan merupakan sengketa yang
melibatkan banyak Negara anggota Asean yaitu Vietnam, Brunei Darussalam,
Filipina, dan Malaysia, selain itu sengketa ini juga melibatkan Negara diluar
anggota Asean yaitu Republik Rakyat China, dan Republik China (Taiwan).  Sengketa ini sampai saat ini masih berlangsung
dan masih di upayakan diselesaikan melalui jalan damai.  


Sengketa Laut China Selatan merupakan salah satu sengketa
Internasional yang melibatkan banyak Negara yang masing-masing Negara tersebut
memiliki argumen yang berbeda-beda terkait dengan sengketa tersebut, sehingga
sampai saat ini masih belum ditemui titik temu mengenai penyelesaian sengketa.
Sebagai Organisasi Internasional di kawasan Regional Asia Tenggara maka ASEAN
telah ikut berkontribusi untuk mendorong pihak-pihak dalam sengketa tersebut
tetap menyelesaikan sengketa secara damai tanpa adanya penggunaan kekerasan dan
senjata, hal tersebut sesuai dengan Pasal 22 Piagam ASEAN[1]
yang menyatakan :


1.      Negara-Negara Anggota wajib berupaya
menyelesaikan secara damai


semua sengketa dengan cara yang tepat waktu melalui dialog,
konsultasi, dan negosiasi.





2.      ASEAN wajib memelihara dan membentuk
mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam segala bidang kerja sama ASEAN.





Piagam ASEAN terdiri dari 14 bagian besar termasuk pembukaan
yang memuat dasar-dasar pembentukan Piagam ASEAN. Empat belas bagian besar
kemudian diturunkan ke dalam 55 (lima puluh lima) pasal yang mengatur tidak
saja organisasi ASEAN melainkan juga aturan-aturan umum yang harus digunakan
oleh para anggota ASEAN dalam berinteraksi di ASEAN seperti contohnya mekanisme
penyelesaian sengketa di ASEAN.


Sebagai Organisasi Internasional di kawasan Regional ASIA
Tenggara, maka ASEAN berkewajiban, dan bertanggung jawab untuk menjaga keamanan
dan kestabilan di wilayahnya sehingga dalam hal kasus sengketa Laut China
Selatan ASEAN dapat memfasilitasi metode penyelesaian secara damai yang berupa
Jasa baik, konsiliasi, dan mediasi, sesuai dengan Pasal 23 Piagam ASEAN[2]
yang menyatakan :








1.      Negara-Negara Anggota yang merupakan para pihak dalam suatu sengketa
dapat sewaktu-waktu sepakat untuk menggunakan jasa baik, konsiliasi, atau
mediasi dalam rangka menyelesaikan sengketa dengan batas waktu yang disepakati.





2.      Para pihak dalam sengketa dapat meminta Ketua ASEAN atau Sekretaris
Jenderal ASEAN, bertindak dalam kapasitas ex-officio,
menyediakan jasa-jasa baik, konsiliasi, atau mediasi.





ASEAN telah beberapakali menjadi fasilitator bagi para pihak
untuk saling menyampaikan keinginan sehingga terhindar dari adanya perang
ataupun konflik yang meluas dan menemukan kesepakatan. meskipun sampai saat ini
belum ditemui titik penyelesaian namun dengan adanya kontribusi ASEAN dalam
penyelesaian sengketa tersebut telah memberikan bukti bahwasanya ASEAN dapat
berperan sebagai Organisasi Internasional yang memberikan solusi penyelesaian
sengketa internasional secara damai dan memfasilitasi.








[1]
Pasal 22 Piagam ASEAN





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Analisis Sengketa Perbatasan Laut Cina Selatan"

Posting Komentar