Pengertian Konvensi Ketatanegaraan








Pengertian Konvensi Ketatangeraan




Istilah
konvensi berasal dari bahasa Inggris convention. Secara akademis
seringkali istilah convention digabungkan dengan perkataan constitution
atau contitusional seperti convention of the constitution. Dicey
seorang sarjana Inggris yang mula-mula mempergunakan istilah konvensi sebagai
ketentuan ketatanegaraan, menyatakan bahwa Hukum Tata Negara (Constitutional
Law)
terdiri atas dua bagian, yaitu [1]1:


  1. Hukum Konstitusi (The Law of
    The Constitution)
    yang terdiri dari :



  • Undang-undang tentang Hukum
    Tata Negara (Statuta Law)

  • Common
    Law
    ,
    yang berasal dari keputusan-keputusan Hakim (judge-made maxims) dan
    ketentuan-ketentuan dari kebiasaan serta adat temurun (tradisional)



2.     
Konvensi-konvensi ketatanegaraan (Conventions of the
Constitution)
yang berlaku dan dihormati dalam kehidupan ketatanegaraan,
walaupun tak dapat dipaksakan oleh pengadilan apabila terjadi pelanggaran
terhadapnya.[2]


Dari apa yang dikemukakan oleh AV Dicey tersebut jelaslah
bahwa konvensi ketatanegaraan harus memenuhi cirri-ciri sebagai berikut :


  1. Konvensi itu berkenaan dengan
    hal-hal dalam bidang ketatanegaraan

  2. Konvensi
    tumbuh, berlaku, diikuti dan dihormati dalam praktik penyelenggaraan
    Negara

  3. Konvensi
    sebagai bagian dari konstitusi, apabila ada pelanggaran terhadapnya tak
    dapat diadili oleh badan pengadilan



Adapun contoh konvensi ketatanegaraan secara umum (convention
of the constitution
) adalah:


  1. Raja
    harus mensahkan setiap rencana undang-undang yang telah disetujui oleh
    kedua majelis dalam parlemen

  2. Majelis tinggi tidak akan
    mengajukan sesuatu rencana undang-undang keuangan (money bill)

  3. Menteri-menteri
    meletakkan jabatan apabila mereka tidak mendapat kepercayaan dari majelis
    rendah[3]



semua contoh diatas dalam kehidupan ketatanegaraan diterima
dan ditaati, walaupun bukan hukum dalam arti sebenarnya.


            Dari ketentuan tersebut di atas
dapat diketahui bahwa konvensi itu berkembang karena kebutuhan dalam praktek
penyelenggaraan Negara. Penyelenggara Negara itu adalah alat-alat perlengkapan
Negara atau lembaga-lembaga Negara. Dalam UUD 1945 sudah cukup jelas
ketentuan-ketentuan yang mengatur lembaga-lembaga Negara. Berikut ini akan
dibahas tentang konvensi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.


            Konvensi tidak identik dengan
kebiasaan. Dengan demikian, Konvensi juga tidak identik dengan kebiasaan
ketatanegaraan. kebiasaan menuntut adanya perulangan yang teratur, sedangkan
konvensi tidak harus didasarkan atas perulangan.  Konvensi ketatanegaraan (the convention of
constitution) dapat berbentuk kebiasaan, dapat pula berbentuk praktik praktik
ataupun constitutional usages. Terhadap hal ini, yang penting  adalah bahwa kebiasaan, kelaziman dan praktik
yang harus dilakukan dalam proses penyelenggaraan negara, meskipun tidak
tertulis, dianggap baik dan berguna dalam penyelenggaraan Negara menurut  undang-undang dasar. Oleh karena itu, meskipun
tidak didasarkan atas ketentuan konstitusi tertulis, hal ini tetap dinilai
penting secara konstitusional.[4]


            Konvensi adalah hukum yang tumbuh
dalam praktik penyelenggaraan Negara untuk melengkapi, menyempurnakan, dan
menghidupkan (mendinamisasi) kaidah- kaidah hukum perundang-undangan atau hukum
adat ketatanegaraan[5]


            Konvensi ketatangeraan mempunyai
kekuatan yang sama dengan Undang – undang karena diterima dan dijalankan,
meskipun hakim di pengadilan tidak terikat olehnya[6],
Maka Konvensi Ketatanegaraan harus ditaati sebagai konstitusi juga, yaitu
sebagai konstitusi tidak tertulis. Ketentuan Konvensi ketatanegaraan itu
sendiri dapat diubah yaitu dengan cara melakukan penyimpangan yang dianggap
perlu sebagai konvensi ketatanegaraan baru, yang untuk selanjutnya setelah
dilakukan berulang-ulang menjadi kebiasaan baru pula.


            Konvensi  tidak selalu merupakan ketentuan yang tidak
tertulis, yang timbul dari persetujuan, tapi bisa saja berbentuk tertulis.
Konvensi mungkin saja merupakan persetujuan yang di tanda tangani
pemimpin-pemimpin negara[7]  seperti antara Wakil Presiden Republik
Indonesia dengan dan Badan Pekerja pada tanggal 16 Oktober 1945 atau suatu
memorandum yang dikeluarkan setelah pembicaraan antara Menteri-menteri seperti
Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November 1945. Contoh lainnya adalah dalam
konstitusi Inggris adalah persetujuan yang dinyatakan bahwa suatu perubahan
dalam hukum yang mengenai penggantian Raja atau gelar Raja memerlukan
pengesahan Parlemen dari semua Dominion, begitu pula dari parlemen Kerajaan
Inggris sendiri. Bahkan Konvensi –Konvensi ini telah mencapai bentuk yang lebih
Formil dalam ungkapan otoriter, karena Konvensi tercantum dalam bagian kedua
dari pendahuluan statue of Westminster. Oleh karena preamble menurut hukum tata
Negara Inggris, tidak mempunyai akibat hukum, maka keadaan itu hanyalah
memperkuat konvensi.     Konvensi tidak
hanya terdapat dalam Negara yang mempunyai konstitusi tidak tertulis, tetapi
sebenarnya di Negara-negara yang mempunyai konstitusi tertulis pun terdapat
konvensi, bahakan mungkin memegang peranan yang lebih penting.[8]
Bernard berpendapat, bahwa Konvensi ketatanegaraan telah berkembang dalam Hukum
Tata Negara Amerika Serikat yang sering kali sama artinya dengan pasal-pasal
resmi dari Konstitusi. Contohnya Bila seorang Presiden Amerika Serikat menunjuk
anggota-anggota kabinetnya, menurut hukum ia praktis mempunyai kekuasaan untuk
menetapkan siapa saja yang disukainya. Tetapi oleh Konvensi ketatanegaraan, ia
berusaha menjamin bahwa semua 
penunjukannya tidak akan terdiri dari orang-orang dari Negara bagian
Timur saja atau sebelah barat saja. Ia akan berusaha membicarakan penunjukannya
sedemikian rupa, sehingga daerah-daerah yang terutama dari Amerika Serikat,
yang dianggapnya mempunyai arti politis yang penting  akan memperoleh perwakilan. Sukar untuk
menyatakan ini dengan istilah suatu ketentuan (rule), namun mungkin tepat untuk
menyebut bahwa dengan konvensi ketatanegaraan ia berusaha untuk mengintrudusir
beberapa unsur federasi dalam kabinetnya Suatu Konvensi mungkin saja akan
menyebabkan salah satu pasal dari UUD menjadi tidak berlaku. Dalam hal ini
sesungguhnya konvensi tidak merubah UUD tersebut, hanya saja menyebabkan pasal
tertentu tidak terpakai dalam praktek ketatanegaraan.[9]                                                                                  Sebagai
contoh dapat dilihat apa yang terjadi di Amerika Serikat. Menurut ketentuan
pasal 2 konstitusi Amerika Serikat, Presiden dipilih oleh pemilih-pemilih
Negara bagian, yang kemudian seluruh suara pemilih ini dihitung oleh Presiden
Senat, dan calon yang memperoleh suara terbanyak terpilih sebagai Presiden. Jadi
pemilihan Presiden itu diadakan secara tidak langsung yang berlaku adalah
seperti dikemukakan diatas, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat dari
calon yang dipilih oleh partai politik yang bersangkutan dalam konvensi partai.








[1]
situs http://arfanhy.blogspot.com/2008/06/konvensi-dan-konstitusi-dalam-praktik_30.html
KONVENSI DAN KONSTITUSI DALAM PRAKTIK KETATANEGARAAN DI INDONESIA Oleh :
Prof.Dr.H.Dahlan   Thaib, SH. M.Si, dkk




[2]
dikemukakan A.V. Dicey  dalam An Introduction to the Study
of the Constitution (1967)
dengan istilah the Convention of the Constitution
dan kadang kala menggunakan istilah understandings of the
constitution
, constitutional ethics,
constitutional morality




[3]
dikemukakan A.V. Dicey  dalam An Introduction to the Study
of the Constitution (1967)
dengan istilah the Convention of the Constitution
dan kadang kala menggunakan istilah understandings of the
constitution
, constitutional ethics,
constitutional morality




[4]
lihat buku Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hlm. 143




[5]
lihat buku Ni’matul Huda S.H., M.Hum, Hukum Tata Negara Indonesia hlm. 34




[6]
lihat buku Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hlm. 184




[7]
lihat buku Moh kusnardi S.H, Harmaily Ibrahim S.H, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. hlm, 54




[8]
lihat buku Moh kusnardi S.H, Harmaily Ibrahim S.H, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. hlm, 55





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Konvensi Ketatanegaraan"

Posting Komentar