Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949[1] maka seseorang dibolehkan diadili diluar teritorinya dan dapat diterapkan oleh setiap Negara di Dunia apabila orang tersebut melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan (war crimes and crimes against humanity).
Konvensi Jenewa 1949termasuk perjanjian yang paling banyak diratifikasi. Masing-masing konvensi tersebut memuat pernyataan spesifik tentang “pelanggaran berat,” yaitu kejahatan perang di bawah hukum internasional yang memiliki liabilitas individual dan wajib diadili oleh negara. Pelanggaran berat tersebut mencakup pembunuhan, penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk eksperimen biologi, menyebabkan penderitaan atau cedera berat terhadap badan atau kesehatan, penghancuran harta benda secara berlebihan yang secara militer tidak bisa dijustifikasi, secara sengaja tidak memberikan kesempatan pengadilan yang adil bagi penduduk sipil, dan penahanan secara melanggar hukum terhadap warga sipil.
Para penandatangan Konvensi jenewa memiliki kewajiban untuk menyelidiki, mengadili dan menghukum para pelaku pelanggaran berat konvensi tersebut kecuali bila mereka menyerahkan para pelaku tersebut untuk diadili pihak Negara lainnya. Commentary to the Conventions, yang merupakan sejarah resmi proses negosiasi yang berujung pada disahkannya Konvensi tersebut, memperkuat bahwa kewajiban untuk mengadili tersebut bersifat “mutlak,” berarti, inter alia, tidak ada negara yang sudah mengesahkan konvensi tersebut boleh, alam kondisi apa pun, memberikan imunitas atau amnesti dari pengadilan terhadap pelanggaran berat. Namun, kewajiban untuk mengadili tersebut terbatas untuk konteks konflik bersenjata internasional.[2]
Para penandatangan Konvensi jenewa memiliki kewajiban untuk menyelidiki, mengadili dan menghukum para pelaku pelanggaran berat konvensi tersebut kecuali bila mereka menyerahkan para pelaku tersebut untuk diadili pihak Negara lainnya. Commentary to the Conventions, yang merupakan sejarah resmi proses negosiasi yang berujung pada disahkannya Konvensi tersebut, memperkuat bahwa kewajiban untuk mengadili tersebut bersifat “mutlak,” berarti, inter alia, tidak ada negara yang sudah mengesahkan konvensi tersebut boleh, alam kondisi apa pun, memberikan imunitas atau amnesti dari pengadilan terhadap pelanggaran berat. namun, kewajiban untuk mengadili tersebut terbatas untuk konteks konflik bersenjata internasional.[3]
Piagam Pengadilan Kejahatan Perang Nuremberg adalah instrumen internasional pertama yang mengkodifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan.[4] Dasar pencantuman kejahatan tersebut mencakup Konvensi Den Haag 1899 dan 1907, pengalaman dan praktik setelah Perang Dunia Pertama dan deklarasi Sekutu pada masa Perang Dunia Kedua. Dalam memberikan pembelaannya bagi hukum ex post facto ini, Pengadilan Nuremberg menyimpulkan, “Piagam ini bukanlah penggunaan kekuasaan secara semena-mena oleh negara-negara yang menang, namun dalam pandangan Pengadilan, sebagaimana akan terlihat, ia adalah, ekspresi hukum internasional yang ada pada saat terbentuknya; dan dengan demikian merupakan kontribusi bagi hukum internasional.”[5] Di bawah Piagam Nuremberg, pembedaan antara kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan hanyalah bahwa yang pertama dilakukan terhadap warga Negara lain, sementara yang kedua dilakukan terhadap warga negara yang sama dengan para pelakunya. Keduanya dilakukan berkaitan dengan perang. Sementara Pengadilan Nuremberg menyatakan bahwa ia tidak memiliki yurisdiksi atas tindakan persekusi bagi para warga Yahudi Jerman sebelum tahun 1939, keputusan akhimya tidak jelas apakah Pengadilan tersebut mengangap bahwa keterkaitan dengan perang tersebut merupakan bagian dari hukum internasional atau hanya dari piagam pembentukannya saja.[6]
Sedangkan menurut Jordan Paust Universal enforcement has been recognized over crimes against mankind, crimes against the whole world, and the enemies of the whole human family, or those person who become hostis humani generis by the commission of international crimes.
[1] Geneva Conventions 1949
[2] Ifdhal Kasim, Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam Konteks Nasional, dan Internasional, hlm 2
[3] idem
[4] Bassiouni CAH in ICL, Kluwer Law International The Hague, 1999, hlm 168
[5] Bassiouni , TRIAL OF THE MAJOR WAR CRIMINALS BEFORE THE INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL, hlm. 120
[6] Ifdhal Kasim PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONTEKS NASIONAL DAN INTERNASIONAL, hlm 7
0 Response to "Pengadilan Internasional Bagi Pelaku Kejahatan Kemanusiaan"
Posting Komentar